Saturday, November 6, 2010

Refreshing Our Nationalism (4) - A Self Reflection

Dalam tiga artikel sebelumnya, kita telah banyak membahas keterkaitan antara nasionalisme dan perencanaan masa depan yang saling berhubungan. Dalam artikel ini, saya ingin melakukan refleksi pribadi tentang apa yang sudah saya lakukan bagi bangsa ini, bagaimana saya bisa mendedikasikan diri saya saat ini untuk bangsa ini karena menurut saya, inilah yang diinginkan dalam penulisan artikel bertema "Refreshing Our Nationalism".

Jika kita ditanya tentang apa yang dapat kita lakukan bagi bangsa ini, saya yakin kita semua akan mampu menjawabnya dengan baik dan sesuai bidang ilmu kita juga. Yang jadi pertanyaan saat ini adalah, sudahkan kita melakukannya? Apakah kita benar-benar bangga akan negara ini? Saya yakin tidak sampai lima menit perenungan, kita akan menjawab "tidak" atau "belum sepenuhnya".

Ketika saya meninjau diri saya pribadi pun, boleh dikata saya belum sepenuhnya bangga akan bangsa dan negara Indonesia. Saya adalah seorang yang senang membaca buku. Akhir-akhir ini ada banyak buku yang diobral secara besar-besaran. Tentu saja uang saya terbatas dan saya harus pandai-pandai memilih buku yang berbobot untuk dibaca. Ketika saya memilih buku yang akan saya beli, saya akan langsung melewatkan membaca resensi buku tersebut ketika yang mengarang adalah orang Indonesia. Dalam pikiran saya sepertinya sudah tertanam bahwa jika yang mengarang adalah orang Indonesia, hampir semuanya pasti tidak bermutu, apalagi jika sudah diobral. Berbeda dengan buku terjemahan yang meskipun diobral besar-besaran pasti sebelum diterjemahkan sudah mengalami proses seleksi terlebih dahulu, dengan kata lain buku-buku terjemahan merupakan buku-buku pilihan dan bermutu. Demikian halnya dengan novel karangan Indonesia, saya mencoba untuk membacanya tetapi jarang sekali yang bagus jalan ceritanya kecuali novel yang mahal harganya dan bersifat semi sastra.

Demikian halnya dengan industri perfilman Indonesia. Saya mengerti seharusnya saya lebih mencintai film Indonesia daripada film yang dibuat oleh negara luar, tetapi rasanya sulit sekali untuk mencintai film Indonesia. Walaupun VCD film Indonesia didiskon besar-besaran sekalipun, saya akan langsung melewatkannya. Dikatakan bahwa alasan kita harus lebih mencintai film Indonesia adalah karena faktor budaya dan nilai-nilai yang ditanamkan lebih cocok. Jika saya mau dengan jujur menganalisanya, memang film-film yang ditawarkan negara lain budayanya banyak yang tidak sesuai terutama dalam hal seks yang terlalu terbuka, tetapi nilai-nilai yang ditawarkan jauh lebih kaya. Kita melihat saat ini bahwa indistri perfilman Indonesia kebanyakan mengeluarkan film yang bertema horor atau drama romantisme yang walaupun tidak mengeksploitasi seks tetapi perkataannya banyak yang "jorok" dan "menjurus" ke arah porno. Pula saya dapat berkata dalam hal animasi maupun jalan cerita, film luar yang beredar di Indonesia rata-rata mempunyai kualitas yang lebih baik karena memang merupakan film pilihan.

Meninjau ulang sifat apatis saya terhadap buku-buku karangan Indonesia dan film-film Indonesia, mungkin saya dapat sedikit memahami mengapa orang tua biasanya menyukai produk-produk buatan luar negeri. Dengan jujur saya mengakui bahwa saya tidak begitu mengerti perihal produk pangan, sandang, atau produk sekunder lain, tetapi saya suka membaca dan saya memahami benar kualitas suatu buku. Jika kualitas buku Indonesia tidak terlalu bagus dibanding buku-buku terjemahan, mungkin saja kualitas produk pangan, sandang, dan produk-produk lain buatan Indonesia tidak sebaik buatan luar seperti yang digembor-gemborkan pemerintah Indonesia. Saya tidak berkata semua produk Indonesia tidak bermutu, tetapi dalam produk-produk tertentu mungkin produk buatan luar memang harus diakui lebih unggul.

Saya bukanlah seorang yang memiliki prestise atau gengsi yang tinggi sehingga alasan saya lebih memilih buku dan film luar pastilah bukan karena hal ini. Saya tidak pernah malu jika mengenakan batik di kampus walau mungkin terkesan tua. Saya adalah seorang yang menginginkan mutu yang terbaik. Kita semua memiliki dana yang terbatas untuk membeli sesuatu, jika diperhadapkan dengan harga yang sama tetapi kualitas berbeda, tentu saja kita menginginkan kualitas yang baik. Demikian halnya mungkin dengan produk-produk lain buatan luar negeri, mereka yang mengerti benar kualitas barang impor yang ditawarkan, tentu saja mereka akan memilih kualitas impor dan rela mengeluarkan dana sedikit lebih banyak untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik.

Suatu dilema tersendiri memang, bukannya saya tidak mau mendukung produk buatan dalam negeri, tetapi bagi saya dalam beberapa kasus dukungan yang saya berikan tidak selalu harus berupa penggunaan produk tersebut. Kita mendukung tetapi bukan berarti kita buta. Sama halnya jika pemerintah negara kita mengeluarkan suatu kebijaksanaan yang tidak benar. Wujud nasionalisme kita tentu saja akan menolak hal tersebut dengan jalan yang benar, bukan kita menerimanya begitu saja dengan kebutaan.

Saya pun sedang berusaha untuk lebih memperhatikan produk-produk buku dan film buatan Indonesia dengan tidak langsung menghakimi dari sampul atau judulnya saja. Agak sulit memang karena dalam pikiran saya sudah tertanam kuat hal-hal negatif tentang buku dan film produksi Indonesia, tetapi saya akan terus mencobanya sebagai bentuk dukungan saya akan produksi Indonesia. Termasuk juga di dalamnya mengenai penggunaan bahasa. Jika saya boleh berkomentar, kita lebih senang menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia, termasuk dalam tema yang dibawakan dalam kompetisi Inspiring Flash kali ini walaupun hal yang dibahas adalah tentang nasionalisme salah satunya. Memang ada banyak faktor seperti penjangkauan internasional, lebih kaya kosakata, dan sebagainya, tetapi marilah kita belajar untuk lebih mempergunakan bahasa Indonesia jika itu memungkinkan.

Di sisi yang lain, saya pun ingin berkontribusi bagi bangsa ini. Memang saya masih muda dan belum banyak pengalaman, tetapi ini tidak berarti saya tidak dapat berbuat apa-apa bagi negara ini. Mungkin saya tidak dapat melakukan sesuatu yang besar, tetapi bentuk kontribusi tidak harus dilakukan dalam skala yang besar menurut saya. Saya sudah sekolah 12 tahun dan menjalani kuliah informatika 3 tahun, tentu saja saya sudah mendapatkan banyak sekali ilmu. Akan sia-sia saja jika ilmu tersebut tidak dapat digunakan untuk mendukung negara ini. Dalam artikel-artikel selanjutnya, saya ingin membagikan contoh nyata kontribusi yang saya lakukan bagi negara ini. Mungkin akan ada banyak hal teknis di dalamnya dan jika Anda tidak begitu memerlukannya Anda dapat langsung melewatinya. Saya hanya ingin membagikan apa yang saya tahu dan memberikan suatu bentuk yang "nyata", bukan sekedar teori belaka. Kita bisa memberikan kontribusi nyata bagi negara saat ini!

No comments:

Post a Comment